Oleh : Sony Eko Setyawan
Republik ini telah 64 tahun merdeka, tapi beberapa tahun belakangan ini, ia tidak pergi kemana-mana. Hanya berjalan di tempat, berlayar berputar-putar tanpa arah. Timbul tenggelam dalam lautan permasalahan. Sudah untung kapal kita masih mengapung ditengah pusaran gelombang persoalan hidup yang datang silih berganti. Kita berada dalam satu kapal namun masing-masing dari kita asik sendiri dengan urusan kita masing-masing. Kita semakin teratomisasi dan terkotak-kotak. Tidak heran walaupun kita masing-masing telah merasa bekerja keras demi bangsa dan Negara, namun hasilnya seringkali mengecewakan. Dan hasil buruk itu merebakkan siklus saling menyalahkan. Gossip dan fitnah bermekaran, saling jegal dan sikut menjadi norma untuk bertahan hidup di negeri yang ‘terendam lumpur’ ini. Haruskah kita terus begini?
Kemajuan yang paling efektif selalu dilakukan bukan oleh individu yang bekerja sendiri untuk mengharumkan nama mereka sendiri, tetapi berkat persatuan. Persatuan yang menyatukan berbagai pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, lalu melipatgandakan upaya dan pencapaian bersama melalui proses.
Semangat persatuan itu (per se) tidak menjamin apa-apa bagi kita. Namun tanpa persatuan kita tidak akan berhasil. Persatuan yang mewujud dalam kerja tim adalah satu-satunya cara untuk mencapai momen yang menentukan, untuk mengisi kehidupan kita dengan suatu hal yang penting, yang mendasar bagi kehidupan.
Hidup adalah tentang mengatasi masalah dan tantangan-tantangan. Setiap zaman menyuguhkan tantangannya sendiri yang mengharuskan kita untuk memberi tanggapan yang sesuai.
Dalam nyala terang kesadaran, para pemuda dari berbagai jong di seluruh Indonesia bersatu. Mereka mampu mengambil pelajaran dari sejarah para pahlawan. Hasanudin, Diponegoro, Patimura, Cik Ditiro, Cut Nyak Dien, Imam Bonjol, adalah pemimpin-pemimpin yang hebat, namun mereka gagal dalam mengusir penjajah. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Para pemuda bersatu dalam perbedaannya dan berikrar bertumpah darah satu, tumpah darah Indonesia; berbangsa satu, bangsa Indonesia; dan berbahasa satu, bahasa Indonesia.
Bila para pemuda di tahun 1928 mampu berkesadaran untuk bersatu, dengan pikiran dan hati yang terbuka mampu mengatasi segala perbedaannya, mengapa kita tidak?
Perbedaan itu tidak hanya terbatas suku, bahasa, ras, agama tetapi juga ideologi, sistem/ cara kerja dan kepentingan-kepentingan (individu, golongan, partai institusi). Perbedaan-perbedaan itu bukan untuk dibuang, mereka menjaga kesatuan sambil menonjolkan perbedaan dan keunikan para individu maupun kelompok dan golongan. Hanya saja setiap insan harus mau terbuka pikiran dan hatinya dan menanggalkan egoismenya. Bila kita mau dan mampu terus bersatu padu, kepentingan dan cita-cita pribadi akan terlampaui bersamaan dengan saat cita-cita bersama tercapai. Dalam kesatupaduan itulah kita mencapai kemerdekaan kita.
Apa yang menyatukan kita setelah proklamasi kemerdekaan?
Dimasa pemerintahan Sukarno, rakyat bersatu di bawah naungan karisma beliau. Kita tampil secara high profile, dengan kebanggaan dan independensi. Go hell with your aid! Diserukan Sukarno kepada AS dan negara-negara barat yang dulunya para kolonialis. Sukarno juga mampu menyatukan rakyat untuk merebut Irian Barat dan menyatukan Indonesia seutuhnya. Sayangnya, karisma Bung Karno tidak cukup untuk menyatukan elit politik yang sibuk sendiri berebut kekuasaan. Parlemen selalu ribut dan tidak mampu merumuskan undang-undang, kabinet pemerintahan silih berganti di jatuhkan parlemen. Sedangkan ekonomi morat-marit dan rakyat jelata menjadi korban hyper inflasi.
Kekuatan militer dan pertahanan rakyat semesta menjadi kekuatan pemersatu dibawah pemerintahan Suharto. Dengan gaya pemerintahan yang militeristik, sentralis dan cenderung otoritarian, Suharto berhasil membungkam gejolak-gejolak dalam masyarakat. Dimasa itu demokrasi hanyalah hiasan. Namun disisi lain, prestasi dalam bidang ekonomi dan pembangunan infrastruktur tidak dapat dipungkiri.
Di setiap revolusi dan transisi, dari mulai masa pembentukan bangsa, perjuangan kemerdekaan, masa transisi orde lama, hingga transisi orde baru, pemuda dan mahasiswa selalu memainkan peranannya. Mereka yang dekat dengan rakyat dan menangkap keluh kesah juga penderitaan rakyat. Seringkali merekalah yang menginspirasikan kita untuk bersatu dan berjuang bersama mengatasi perbedaan-perbedaan, perselisihan dan pertentangan yang ada.
Apa yang menyatukan kita saat ini?
Jawabanya hanya bisa kita temukan jika kita bersedia untuk bersatu dengan penuh komitmen mengatasi perbedaan-perbedaan dan kepentingan-kepentingan. Membuka hati dan pikiran kita untuk saling berbagi gagasan dan cita-cita, berbagi tugas dan tanggung jawab, berbagi semangat dan dorongan untuk menghadapi tantangan abad 21.
Indonesia akan jadi apa dan pergi kea rah mana kitalah yang menentukan. Setiap insan warga Negara Repubik Indonesia memiliki hak dan tanggung jawab untuk mendengar dan didengar aspirasi, gagasan dan karya nyatanya.
Bangsa pemenang adalah bangsa yang mampu menyatu padukan diri setiap insannya. Bersatu dan berjuang bersama menghadapi tantangan untuk mencapai kemenangan yang dicita-citakannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar