GAGASAN-GAGASAN POLITIK ANTONIO GRAMSCI
Hegemoni menurut Gramsci bukanlah hubungan dominasi dengan menggunakan kekuasaan, melainkan hubungan persetujuan dengan menggunakan kepemimpinan politik dan ideologis. Hegemoni adalah organisasi konsensus.
Hegemoni sebagai sebuah istilah digunakan pertama kali oleh Plekhanov dan pengikut Marxis Rusia tahun 1880an, untuk menunjukkan perlunya kelas pekerja uantuk membangun aliansi dengan tujuan meruntuhkan gerakan tsarisme.
Dasar-dasar konsep hegemoni (Hegemonik = kekuatan utama) diletakkan oleh Lenin.
Sedangkan konsep hegemoni Gramsci berbeda dari hegemoni menurut bahasa Yunani yang berarti penguasaan suatu bangsa terhadap bangsa lain.
“Suatu kelompok social biasa, bahkan harus, menjalankan kepemimpinan sebelum merebut kekuasaan pemerintahan (hal ini jelas merupakan salah satu syarat utama untuk memperoleh kekuasaan tersebut); kesiapan itu pada gilirannya menjadi sangat penting ketika kelompok itu menjalankan kekuasaan bahkan seandainya kekuasaan tetap berada di tangan kelompok, maka mereka harus tetap ‘memimpin’.”
(Prison notebook, Bab 29-Kepemimpinan politik kelas sebelum dan sesudah meraih kekuasaan).
Suatu kelas tidak bisa meraih kepemimpinan nsional dan menjadi hegemoni, jika kelas itu hanya membatasi pada kepentingan mereka sendiri; mereka harus memperhatikan tuntutan dan perjuangan rakyat yang tidak mempunyai karakter kelas yang bersifat murni, yakni yang tidak muncul secara langsung dari hubungan-hubungan produksi.
Jadi, menurut Gramsci, hegemoni mempunyai dimensi nasional-kerakyatan disamping dimensi kelas.
Hegemoni memerlukan penyatuan berbagai kekuatan social yang berbeda ke dalam sebuah aliansi yang luas yang mengungkapkan kehendak kolektif semua rakyat, sehingga masing-masing kekuatan ini bisa mempertahankan otonominya sendiri dan memberikan sumbangan dalam gerak maju menuju sosialisme.
Menurut Gramsci terdapat tiga fase munculnya hegemoni. Fase pertama, fase kesadaran individu untuk sejajar dan bersatu. Fase kedua, muncul untuk bersatu dan diakui (sebatas kelompok). Fase ketiga, ideologi-ideologi yang terpecah bersatu, dalam dataran universal untuk mencapai hegemoni.
“Kadang-kadang krisis terjadi selama beberapa puluh tahun, jangka waktu yang sangat panjang ini menunjukkan bahwa kontradiksi struktural yang tidak bisa didamaikan telah menunjukkan mereka (mencapai kematangan) dan bahwa, terlepas dari itu, kekuatan politik yang sedang berjuang untuk melestarikan dan melindungi struktur yang ada berusaha sekuat tenaga untuk menyembuhkannya dan dalam batas tertentu, menyelesaikan kontradiksi-kontradiksi itu. Berbagai usaha yang gigih dan tak mengenal lelah ini……membentuk jalur ‘penghubung’ diatas jalur inilah kekuatan-kekuatan oposisi diorganisir.
Prison notebook, hal 178.
Gerakan-gerakan sosial tidak selamanya harus memiliki karakter kelas- tuntutan perempuan (gender), minoritas etnis, anti-nuclear. Kedudukan gerakan itu digambarkan dengan jelas oleh Laclau & Mouffle.
“Musuh mereka bukan lantaran musuh menjalankan tindakan kekerasan, tetapi karena musuh mempunyai kekuasaan tertentu. Dan kekuasaan ini juaga tidak berasal dari tempat berlangsungnya hubungan produksi, tetapi kekuasaan itu merupakan buah dari bentuk organisasi yang khas pada masyarakat masa sekarang. Jelas masyarakat ini bersifat kapitalis, namun ini bukan satu-satunya karakter masyarakat itu, masyarakat itu juga bersifat seksis dan patriakis, untuk tidak menyebut rasial.
2 aspek pokok proses melampaui fase korporasi dan melangkah maju menuju hegemoni.
- Kelas pekerja hanya bisa menjadi kelas hegemoni jika mereka memegang kepemimpinan aliansi dari kelas dan strata lain.
- mereka harus menyatukan perjuangan demokrasi kerakyatan dengan perjuangan mereka sendiri untuk menentang kelas kapitalis dengan tujuan membangun kehendak kolektif nasional-kerakyatan.
Revolusi pasif- revolusi yang berasal dari atas ke bawah
“ Terdapat revolusi pasif yang terlibat dalam kenyataan bahwa -melalui intervensi legeslatif Negara dan organisasi korporasi- perubahan-perubahan yang berskala luas sedang diintodusir ke dalam struktur ekonomi Negara (di Italia) hal ini boleh jadi menjadi satu-satunya solusi untuk mengembangkan kekuatan-kekuatan produktif dibawah kendali kelas tradisional yang berkuasa dan bersaing dengan barisan Negara industri yang lebih maju yang melakukan monopoli bahan mentah dan mempunyai modal besar. Jadi, hal itulah yang memperkuat kembali system hegemoni dan kekuatan-kekuatan militer serta kekuatan penindasan sipil yang berada di tangan kelas tradisional yang berkuasa.”
(SPN : 119-120)
IDEOLOGI
Bagi Gramsci, ideology lebih dari sekedar system ide. Gramsci membedakan antara system yang berubah-ubah (arbitrary system) yang dikemukakan oleh intelektual dan filosof tertentu dan ideology organic yang bersifat historis (historically organic ideologies) yaitu ideology yang diperlukan dalam kondisi sosial tertentu.
“Sejauh ideology itu secara historis diperlukan, ia mempunyai keabsahan yang bersifat psikologis. Ideologi ‘mengatur’ manusia dan memberikan tempat bagi manusia untuk bergerak dan mendapatkan kesadaran akan posisi mereka, perjuangan mereka.
(SPN, 367)
Ideology bukanlah fantasi seseorang, namun terjelma dalam cara hidup kolektif masyarakat.
Transformasi kesadaran politik sebagai prasyarat perbaikan menuju sosialisme haruslah bersifat moral dan intelektual, dan itulah sebabnya (menurut Gramsci) reformasi ‘moral dan intelektual’ haruslah menjadi elemen pokok dari hegemoni kelas pekerja.
Menurut Gramsci, ideologi tidak bisa dinilai dari kebenaran atau kesalahannya tetapi harus dinilai dari ‘kemanjurannya’ dalam mengikat berbagai kelompok social yang berbeda-beda ke dalam satu wadah dan dalam peranannya sebagai pondasi atau agen proses penyatuan sosial.
“Dalam merumuskan persoalan-persoalan kritis sejarah, adalah salah jika kita memahami diskusi ilmiah sebagai suatu proses peradilan dimana terdapat terdakwa dan penuntut umum yang tugasnya adalah membuktikan bahwa terdakwa tersebut bersalah dan harus dihukum. Dalam diskusi ilmiah orang yang paling ‘istimewa’ adalah orang yang menerima sudut pandang lawannya dan memasukkannya ke dalam bangunan pemikirannya. Memahami dan menilai pendapat dan argumentasi lawan secara realistis…. Berarti menerima sudut pandang ‘kritis’ yang untuk tujuan penelitian ilmiah merupakan satu-satunya bahan penting.
(SPN, 343-344)
INTELEKTUAL
Menurut Gramsci, intelektual bukan dicirikan oleh aktivitas berfikir intrinsik yang dimiliki oleh semua orang. Namun oleh fungsi yang mereka jalankan. “Oleh karena itu, kita bisa mengatakan bahwa semua orang adalah intelektual, namun tidak semua orang mempunyai fungsi intelektual”.
(SPN, Bab 9)
Kesadaran diri yang kritis berarti, secara histories dan politik, penciptaan elit intelektual. Masyarakat tidak ‘membedakan’ diri mereka, tidak pula menjadi independen dalam hak-haknya sendiri tanpa-dalam pengertian yang paling umum mengorganisir diri sendiri; dan tidak terdapat organisasi tanpa intelektual; yaitu tanpa organisator dan pemimpin. Namun proses penciptaan intelektual ini berlangsung lama, sulit dan penuh dengan pertentangan, melalui proses maju dan mundur, bubar dan membentuk kembali, dimana keseiaan masyarakat benar-benar diuji.
(SPN, 334)
Kesalahan-kesalahan intelektual terdapat dalam keyakinan bahwa adalah mungkin untuk mengetaui tanpa pemahaman dan khususnya tanpa perasaan dan keinginan (passion) …. Bahwa intelektual dapat menjadi intelektual jika ia berbeda dan melepaskan diri dari masyarakat-bangsa tanpa perlu merasakan keinginan dasariah rakyat, memahami keinginan itu sehingga ia bisa menjelaskan dan menempatkannya dalam situasi historis tertentu, menghubunkannya secara dialektis dengan hokum-hukum sejarah, dengan konsep besar dunia…. Sejarah dan politik tidak bisa diciptakan tanpa keinginan, tanpa keterikatan emosional antara intelektual dan masyarakat-bangsa. Dengan tidak adanya keterikatan semacam ini, maka hubungan antara kaum intelektual dan masyarakat-bangsa hanya akan menjadi sebuah kasta atau kependetaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar