Jumat, 23 April 2010

CITIZEN DRIVEN GOVERNMENT


Oleh : Sony E. Setyawan

Warga Negara adalah raja. Pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Sebuah cita-cita dan jiwa dari sistem pemerintahan yang demokratis. Yang begitu gencar didengungkan disaat pemilihan umum maupun pilkada. Namun hanya menjadi retorika saja, karena langsung menguap, hilang entah kemana setelah elit memegang kuasa.
Padahal, negara dan pemerintahannya tidak ada artinya tanpa warga negara. Untuk Indonesia, kurang lebih 65 % APBN didanai oleh pajak dari warga negara. Warga negaralah yang membayar gaji para birokrat, politisi yang berkuasa dan anggota dewan perwakilan. Warga negaralah yang membiayai segala fasilitas dan tunjangan yang mereka nikmati. Tapi mengapa justru warga negaralah yang harus melayani apa maunya orang-orang yang ia biayai dan hidupi ?
Melayani warga negara, bisa jadi hanya bunga-bunga pajangan saja di kantor-kantor pemerintahan. Kenyataan bahwa birokrasi kita masih sangat feodalistik, tidak dapat ditutup-tutupi. Dalam lingkaran birokrasi feodalistik, para birokrat adalah “para priyayi”, penguasa yang harus dilayani dan dipuaskan keinginannya oleh rakyat, bukan melayani rakyat.
Sayang sekali, karena kini kita hidup dalam era hiperspeed. Pergerakan barang, uang dan pengetahuan mengelilingi bumi secara intens dalam 24 jam. Kompetisi global tidak hanya antar perusahaan tetapi juga antar negara. Bagaimana mungkin kita bisa bersaing di kancah global yang hiperspeed dan sangat kompetitif bila mindset birokrasi masih feodalistik dan lamban dalam bertindak?
Sangat jelas bahwa pemerintah punya keterbatasan yang sangat banyak. Urusan dalam negeri kita saja banyak sekali yang tidak selesai. Seringkali penangannya asal jadi, asal bapak senang dan bila tidak kunjung selesai, mereka cenderung mencari kambing hitam. Dan penambahan birokrasi untuk melingkupi segala sendi kehidupan dan persoalan warga negara hanya akan memperbanyak masalah ketimbang menyelesaikan masalah. Haruskah kita begini terus hingga negeri ini bubar ?
Sudah saatnya kita menciptakan pemerintahan yang berorientasi pada warga negara (citizen driven government). Kejayaan Negara hanya bisa diperoleh bila warga negaranya makmur sejahtera. Pemerintahan yang berorientasi warga negara adalah pemerintahan yang melayani warga negaranya. Melayani dalam konteks menjadi “pelatih” yang mencurahkan segenap perhatiannya bagi warga negara. Pelatih adalah pemimpin yang selalu berusaha untuk memberdayakan, mengelola kekuatan dan potensi warga negaranya. Pemerintah sebagai organisasi yang memimpin warga negara, jangan hanya melulu mencari dan menutup kelemahan tetapi lebih penting untuk memicu keluarnya kekuatan dari segenap waga negara dan mengelolanya sebaik mungkin untuk kesejahteraan bersama.
Citizen driven government adalah pemerintahan yang menghormati harkat dan martabat warga negaranya. Dilandasi oleh kesadaran bahwa pemerintah adalah organisasi yang dibentuk oleh rakyat, dengan anggotanya berasal dari rakyat dan didaulat untuk melayani rakyat. Kejayaan Negara hanya mungkin terjadi dan langgeng dari generasi ke generasi bila pemerintahannya mampu “melatih” warga negaranya menjadi bangsa yang mandiri dan berdaya. Karena dalam kancah persaingan global, pemerintah, sebagai pelatih, tidak akan mampu berbuat banyak. Justru dinamika warga negaralah yang akan menentukan. Kejayaaan dan kemunduran suatu negara bangsa.
Pemberdayaan warga negara, sangatlah penting dalam rangka meningkatkan kepercayaan diri, mengangkat harkat dan martabat bangsa, sehingga tiap warga negara Indonesia bisa bangga menjadi orang Indonesia, bangga dilahirkan sebagai orang Indonesia. Dengan rasa bangga itulah segenap rakyat Indonesia membangun negara secara bersama-sama. Daya kreativitas warga negara yang bermartabat dan punya perasaan kebanggaan dan kebangsaan terhadap Indonesia seyogyanya  dicurahkan sepenuhnya  untuk menciptakan kesejahteraan yang berkeadilan dilandasi dengan etika, moralitas dan penuh rasa bertanggung jawab.
Kisi-kisi kepemimpinan yang memandirikan telah lama dirumuskan oleh begawan pendidikan kita yaitu Ki Hajar Dewantoro. Ajaran beliau yaitu ing ngarso sun tulodo, ing madyo mangun karso dan tutwuri handayani, bila diresapi dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab niscaya akan membentuk kemandirian bangsa.
Ajaran Ki Hajar Dewantoro ini, sudah seharusnya menjadi pedoman bagi para politisi yang berkuasa, para birokrat dan anggota dewan. Hal ini dikarenakan fakta bahwa kita bangsa Indonesia masih tergolong ke dalam masyarakat yang low trust.  Pemerintah dan pemimpin-pemimpin masyarakat masih menjadi acuan utama bagi sebagian besar warga negaranya. Sehingga segala tingkah polah pemerintah dan pemimpin masyarakat memjadi pusat perhatian dan sangat mempengaruhi  peri kehidupan masyarakat.
Memandirikan bangsa tidak bisa ditunda-tunda lagi, karena dunia tidak akan menunggu kita. Dalam dunia yang berlari seperti saat ini, perubahan terus terjadi setiap hari, 24 jam tanpa henti. Pergerakan pengetahuan, uang dan barang terus menerus mengalir dengan kecepatan yang semakin meningkat dan biaya yang semakin menurun. Tidak bisa dipungkiri, kita saat ini telah tergerus oleh laju globalisasi, dan gelombang itu terus membesar.

Oleh karenanya, kita tidak saja harus mencetak “orang-orang pintar”, tetapi juga para pemimpin yang berkepribadian. Membangun manusia Indonesia yang berkarakter, sehingga kita bangsa Indonesia tidak hanya memunculkan satu-dua pemimpin besar tetapi jutaan pemimpin, yang mampu mengorganisasikan dirinya dan lingkungannya dengan penuh tanggung jawab. Menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang telah menemukan jati dirinya. Yang telah berdamai dengan masa lalu dan berkarya dengan produktif, kreatif dan bertanggung jawab disaat ini untuk menciptakan masa depan yang lebih baik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar